Jakarta, CNBC Indonesia – Rupiah terpantau masih melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dan nampaknya hari ini masih akan bergerak volatile lantaran sikap wait and see pasar menanti data inflasi negeri Paman Sam.
Melansir data Refinitiv, mata uang Garuda ditutup melemah di angka Rp15.565/US$ atau terdepresiasi 0,32% hingga perdagangan kemarin, Rabu (10/1/2024). Pelemahan ini merupakan yang terparah sejak 13 Desember 2023 atau hampir satu bulan terakhir.
Sementara DXY pada kemarin pukul 14.46 WIB turun tipis 0,05% menjadi 102,51. Angka ini lebih rendah dibandingkan penutupan perdagangan Selasa (9/1/2024) yang berada di angka 102,57.
Pelemahan rupiah kemarin disinyalir akibat prospek ekonomi global yang diperkirakan melambat tahun ini. Bank Dunia dalam laporan terbarunya yakni Global Economic Prospects January 2024 memperkirakan ekonomi global akan melambat ke 2,4% pada tahun ini dibandingkan 2,6% pada 2023.
Ekonomi dunia diperkirakan hanya akan tumbuh sebesar 2,7% pada 2025, proyeksi tersebut lebih rendah dibandingkan pada Juni lalu yakni 3,0%.
Sementara untuk Indonesia, Bank Dunia mempertahankan proyeksi pertumbuhan untuk tahun ini di angka 4,9%. Namun, mereka memangkas proyeksi 2025 menjadi 4,9%, dari 5,0% pada proyeksi Juni lalu atau turun 0,1 percetage point.
Bank Dunia mengingatkan jika Indonesia tidak akan lagi mendapat berkah lonjakan harga komoditas untuk tahun ini dan depan. Seperti negara Asia, Indonesia juga akan terimbas oleh melandainya ekonomi China.
Proyeksi tersebut memberikan dampak negatif bagi pasar keuangan domestik termasuk perspektif asing untuk berinvestasi di Indonesia termasuk tertekannya mata uang Garuda.
Tak sampai disitu, nampaknya rupiah masih akan bergerak volatil hari ini karena sikap pelaku pasar yang cenderung wait and see terhadap data inflasi AS yang akan dirilis nanti malam.
inflasi konsumen (Consumer Price Index/CPI) AS per Desember 2023 diproyeksi akan ada peningkatan tipis akibat seasonality natal dan tahun baru.
Dalam basis tahunan (year-on-year/yoy), konsensus pasar menargetkan inflasi akan tumbuh sebesar 3,2% yoy, lebih rendah dibandingkan November 2023 yang tumbuh 3,1%.
Sementara itu, untuk inflasi inti AS diperkirakan tumbuh melandai sebesar 3,8% yoy, dibandingkan sebulan sebelumnya yang tumbuh 4% yoy.
Inflasi sangat penting dicermati karena merupakan salah satu pertimbangan utama bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed) dalam menentukan kebijakan moneternya. Investor pun akan melihat laporan tersebut untuk mencari petunjuk kapan The Fed akan mulai menurunkan suku bunganya.
Teknikal Rupiah
Secara teknikal dalam basis waktu per jam, pergerakan rupiah masih dalam tren pelemahan, paling dekat kini rupiah potensi melemah ke resistance di Rp15.580/US$. Posisi ini didapatkan dari garis horizontal line berdasarkan high yang sempat diuji kemarin, Rabu (10/1/2024).
Namun, kita juga tetap mencermati support terdekat di posisi di Rp15.500/US$, nilai ini bertepatan dengan level psikologis sekaligus garis rata-rata selama 20 jam atau moving average 20 (MA20) sebagai target penguatan dalam jangka pendek. https://gimanalagiyakan.com/