Jakarta, CNBC Indonesia – Tim nasional pemenangan calon presiden Anies Baswedan dan tim kampanye nasional calon presiden Prabowo Subianto kompak menganggap batas aman utang pemerintah seharusnya di level 30% terhadap produk domestik bruto atau PDB.
Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Keuangan Negara (UU Keuangan Negara) batas maksimal rasio utang pemerintah terhadap PDB ialah 60%, sehingga dianggap sebagai batas yang aman. Namun, selama ini rasio utang pemerintah terhadap PDB selalu di bawah 40%.
Terkait batas utang atau level aman rasio utang terhadap PDB sebesar 30% mulanya disampaikan oleh Sekretaris Dewan Pakar Timnas AMIN Wijayanto Samirin. Ia mengatakan, level itu mempertimbangkan debt service ratio yang menggambarkan kapasitas keuangan negara untuk membayar bunga dan cicilan pokok utang.
Saat rasio utang pemerintah terhadap PDB atau debt to GDP ratio saat ini di level 38% dengan nominal utang Rp 8.041,01 triliun, sebetulnya debt service rationya ialah 40%. Padahal, batas aman debt service ratio di level global menurutnya adalah 30%.
“Sehingga kita ingin turunkan utang, sehingga debt service ratio itu akan turun dan berdampak ke credit rating kita dan menurunkan utang dari 38% ke 30% itu bisa dilakukan ,” kata Wijayanto dalam program Your Money Your Vote CNBC Indonesia, dikutip Kamis (11/1/2024).
Lagipula, Wijayanto menambahkan dalam beberapa literatur, batas aman rasio utang terhadap PDB 60% yang ada di UU Keuangan Negara mengacu pada batas yang ditentukan oleh Uni Eropa, yang juga sebesar 60%. Padahal, rasio pajak antara Indonesia dan Eropa jomplang sehingga sebetulnya batas risiko itu berisiko.
“Seharusnya kita juga bukan 60% karena yang menentukan utang terhadap PDB kita itu sebenarnya kemampuan kita mengkonversi PDB menjadi tax, nah kita masih 10,4%, Eropa barat rata-rata 40%, dan OECD 34%,” tegas Wijayanto.
Senada dengan Wijayanto, Wakil Ketua TKN Prabowo-Gibran Eddy Soeparno juga berpendapat bahwa level aman rasio utang pemerintah terhadap PDB adalah 30%. Sayangnya, saat ini level itu telah terlampaui karena masa pandemi Covid-19 yang membuat pemerintah gencar menambah utang untuk menggerakan ekonomi.
“Dalam 1 tahun saya kira 2020 penambahan utang kita hampir Rp 1.300 triliun karena Covid, untuk dana PEN antara 2020-2022 itu kebutuhanya Rp 1.645 triliun, jadi itu semua banyak dari utang asalnya, karena memang kebutuhannya demikian,” kata Eddy.
“Jadi hari ini posisi utang kita itu given, debt to GDP memang 38%, normalnya memang kita dari dulu selalu berpegang 30% dianggap relatif aman-aman,” tegasnya.
Oleh sebab itu, ia mengatakan, karena utang saat ini telah sangat membengkak, maka cara untuk kembali menurunkannya ke batas yang aman adalah dengan menaikkan pendapatan negara untuk memperkuat kemampuan membayarnya, salah satunya meningkatkan rasio perpajakan. Selain itu efisiensi anggaran dengan penghematan subsidi. https://perjalananini.com/