Jakarta, CNBC Indonesia – Tim nasional pemenangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 1 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (Timnas AMIN) mengkritisi strategi pengelolaan utang Kementerian Keuangan pada masa pemerintah Presiden Joko Widodo yang terus menarik utang, tapi saldo anggaran lebih APBN masih berlimpah.
Sekretaris Dewan Pakar Timnas AMIN Wijayanto Samirin mengatakan penarikan utang baru melalui penerbitan surat berharga negara, seperti melalui instrumen Obligasi Negara Ritel atau ORI pun sangat tinggi imbal hasilnya, yakni mencapai 6,4% membuat dana-dana di sektor riil terserap hanya untuk masuk ke instrumen SBN itu.
“Sekarang ini pasar modal kita menjerit, reksadana nyungsep, karena ketika pemerintah terbitkan SBN ORI, orang pada pindah dari capital market, bahkan sistem keuangan kita tidak menjadi efisien,” tegas Wijayanto dalam program Your Money Your Vote CNBC Indonesia, dikutip Kamis (11/1/2024).
Fenomena tingginya tawaran imbal hasil atau yield SBN itu bahkan menurutnya telah membuat perbankan saat ini ikut-ikutan memilih strategi penempatan dananya untuk memperoleh keuntungan melalui SBN ketimbang menyalurkan pembiayaan ke sektor-sektor produktif, termasuk ke UMKM.
Berdasarkan catatan Bank Indonesia, pada November 2023, pertumbuhan penyaluran kredit perbankan memang masih di level 9,74%, jauh lebih rendah dari pertumbuhan kredit perbankan pada November 2022 yang mencapai dua digit, yakni 10,8%.
“Karena zero risk (SBN). Dari pada bank ini beri kredit ke UKM, korporasi, ke sektor-sektor yang ciptakan lapangan kerja, dia recycle saja uangnya, dia belikan ke SBN, bunga 6,4% dengan margin nya di atas 5% dan zero risk,” tutur Wijayanto.
Kondisi inilah yang membuat ekonomi Indonesia menurutnya tidak berjalan. Sejak 2014-2022, pertumbuhan ekonomi Indonesia pun tercatat hanya bergerak di kisaran 5%, yakni pada 2014 tumbuh sebesar 5,01% dan pada 2022 sebesar 5,31%. Jauh di bawah target kampanye pilpres Presiden Joko Widodo di level 7%.
Tingginya bunga kredit yang ditawarkan ini pun menurutnya terjadi di tengah masih banyaknya saldo anggaran lebih (SAL) APBN. Berdasarkan catatan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati SAL 2022 sebesar Rp 478,9 triliun, terdiri dari SiLPA pada tahun itu dan SAL 2021 sebesar Rp 337,8 triliun.
“SAL sekarang ini kira-kira Rp 497 triliun, saya yakin setelah APBN 2023 masuk angkanya di atas Rp 600 triliun. Artinya pemerintah punya cash tapi tersebar di banyak tempat, tapi pada saat yang sama masih berutang,” tegas Wijayanto.
Oleh sebab itu, ia menekankan, ini menjadi salah satu permasalahan dalam pengelolaan keuangan negara karena SAL yang merupakan idle money juga akan menjadi beban biaya sendiri bagi anggaran. Maka, ketika Anies-Muhaimin menang Pilpres 2024 ia pastikan SAL akan dikonversikan untuk menunaikan pembayaran utang.
“Bayangkan misalnya SAL yang Rp 600 triliun itu bisa kita konversi hanya Rp 200 triliun, kita bisa turunkan utang Rp 400 triliun seketika, dan itu sudah 1,5%-2% PDB, itu langkah pertama yang dilakukan sebelum langkah-langkah selanjutnya,” ucap Wijayanto.
“Misalnya kita akan mendorong kebijakan pertumbuhan utang harus di bawah pertumbuhan PDB,” ungkapnya. https://caridimanaka.com/